PPPK bekerjasama dengan MAPPI pada tanggal 16-17 April 2015 telah mengadakan Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) Penilai Publik yang bersifat wajib untuk pertama kalinya di tahun 2015. PPL tersebut dilaksanakan di Ruang Apung, Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. Pembicaranya berasal dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
PPL ini memiliki agenda untuk mensosialisasikan hasil pemeriksaan tahunan penilai publik oleh PPPK (sebelumnya bernama PPAJP – Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai), regulasi penilai publik yang baru yaitu PMK No. 101/2014, blueprint penilai dan penilai publik bekerja sama dengan vokasi Universitas Indonesia (D3), dan LTV (Loan To Value) dan FTV (Financing to Value) sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia.
Perubahan nama dari PPAJP menjadi PPPK disebabkan masukan satu profesi baru yang menjadi binaan lembaga yang dipimpin Bapak Langgeng Subur tersebut, yaitu profesi aktuaris yang erat kaitannya dengan dunia asuransi.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/PMK.101/2014 tentang Penilai Publik ditetapkan tanggal 2 Juni 2014 dan diundangkan tanggal 9 Juni 2014. Isi PMK terdiri dari 13 Bab dan 82 Pasal yang mengatur mengenai tiga bidang jasa penilaian, yaitu Penilaian Properti, Penilaian Bisnis, dan Penilaian Properti Sederhana, atau disingkat masing-masing P, B, dan PS. Selain itu, jug diatur bidang jasa lainnya yang dapat dilakukan oleh Penilai Publik Properti (P) yaitu konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, manajemen properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, pengawasan pembiayaan propyek, studi penentuan sisa umur ekonomi, studi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use), dan studi optimalisasi aset. Sedangkan untuk Penilaian Publik Bisnis (B) meliputi studi kelayakan usaha dan penasihat keuangan korporasi.
PMK 101/2014 terbit menggantikan PMK 125/2008. PMK tersebut terbit untuk memperbaharui peraturan mengenai penilai publik yang bergerak cepat di Indonesia. PMK 101/2014 juga mengambil beberapa bagian dari OJK (dulu Bapepam) diantaranya diperlukan adanya Sistem Pengendalian Mutu di KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), dan peraturan mengenai Kantor Perwakilan yang lebih ketat dan berakhir 31 Desember 2015, dan Kantor Cabang KJPP. Begitu pula ditekankan adanya Sistem Pangkalan Data (Database Properti).
Materi Blueprint Penilaian dibawakan oleh Bapak Dadan Kuswardi, selaku Kepada Bidang Pembinaan Penilai Publik dan Aktuaris. Diantaranya terdapat 99 subjek atau mata kuliah yang harus dikuasai oleh calon penilai sebelum dapat menjadi penilai atau penilai publik. Ke-99 subjek tersebut digabungkan dari jalur formal (S2) dan informal (PDP 1 sampai PDP 4), dan juga bahan untuk penilai pemerintah. Untuk pelaksanaannya diantaranya akan bekerja sama dengan Program Vokasi Universitas Indonesia, dan lembaga pendidikan lainnya seperti Universitas Gajah Mada (UGM) yang sudah berjalan.
Pada hari kedua, Bapak Hamid Yusuf (Ketua MAPPI) dan Bapak Tony Hambali memaparkan secara lengkap Standar Penilaian Indonesia (SPI) mengenai Loan To Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Hal ini merupakan barang baru bagi penilai di Indonesia dikarenakan untuk kepentingan LTV maupun FTV dapat mengeluarkan Nilai Pasar dengan asumsi khusus, padahal bangunan dari objek penilaian tersebut belum ada. Penugasan ini biasanya datang dari developer dan bank yang membiayai developer tersebut. Selain itu juga dilakukan workshop untuk membuat lingkup penugasan, implementasi, dan ringkasan penilaian sehingga setiap peserta diharapkan dapat melakukan penilaian hak atas properti untuk tujuan LTV dan FTV di Indonesia. (@alberthchen)